Blog Archive

Labels

Advertisement

Report Abuse

Popular Posts

FOLLOW US @ INSTAGRAM

About Me

NEW POST!

Popular Posts

Skip to main content

Hidup Tanpa Kekasih

 


Pernah kah kalian dapat pertanyaan, “Gimana udah punya pacar belom?” atau “Wah pasti kamu mantannya udah banyak ya?” bisa juga “Siapa pacarmu? Gak mungkin kalau kamu jomblo.” Dan masih banyak lagi pertanyaan yang kurang lebih sejenis nan menggelitik hati. Kalau kalian merasakan hal ini, yuk tos daring dulu sini! *tos*

            Sebenarnya ini bukan masalah krusial sih, ini hanya sesuatu hal yang kadang aku gak habis pikir aja dengan orang-orang yang berkata seperti itu. Sakit hati sih enggak, tapi bikin bertanya-tanya. Kadang saking bingungnya aku, gak jarang aku bermonolog dan memikirkan sudut pandang orang lain ketika melihatku. Tapi ya, orang-orang gak pernah cerita sudut pandangnya dia seperti apa ketika melihatku, jadi bagaimana aku bisa tahu sudut pandang orang lain?

            Semenjak aku memikirkan hal tersebut, gak jarang aku memanipulasi otakku dengan mengatakan, „Mungkin aku gak secantik itu, jadi mungkin dia cuma bercanda aja tadi” atau “Ya siapa yang mau sama aku kan, orang pendek, gendut begini” dan “Apaan dah mantan-mantan yang pdkt aja ga ada. Aneh-aneh aja nih orang.” Hmm.. sebenarnya pemikiran seperti ini itu tidak sehat sekali. Dannn, baru aja beberapa hari lalu aku mengenal yang namanya Sindrom Penipu.

Nah, apa itu sindrom penipu? Sindrom penipu atau impostor syndrom adalah perasaan yang hadir ketika kita mencapai sebuah prestasi tertentu, namun kita merasa tidak berhak menerimanya dan hanya menganggapnya sebuah kebetulan/keberuntungan. Nah, ini yang mengakibatkan orang tersebut merasa menjadi “penipu” karena prestasinya hanya sebuah kebetulan. Hal itu juga yang membuat orang ini bekerja ekstra keras daripada yang lain, bahkan bisa dikatakan dia adalah orang yang perfeksionis. Tujuannya hanya satu, dia ingin membuktikan bahwa dia bukan penipu maka prestasi yang didapatkan harus dari kerja kerasnya. Namun, tiap kali dia mendapatkan prestasi pemikirannya tetaplah merasa bahwa itu adalah keberuntungan saja. Ini lah sindrom penipu. Gak jarang orang dengan sindrom ini terlalu memaksakan diri sendiri, sehingga mereka bisa menderita penyakit mental seperti anxiety disorder, dll. Mereka juga takut akan kegagalan dan ketidakpastian masa depan.

            Sindrom penipu ini lahir bisa dari mana saja antara lain; pengalaman masa kecil, masalah di masa lalu, pengalaman dengan guru atau keluarga, dan masih banyak lagi. Lalu apakah aku juga bagian dari mereka? Hmm... aku memang pernah merasakannya ketika masa SMA dan bangku perkuliahan. Ketika orang lain memandangku pintar karena aku bisa pergi ke Jerman, sebenarnya hati dan pikiranku hanya mengatakan bahwa semua ini hanya keberuntungan tidak lebih. Aku tidak merasa benar-benar berhak mendapatkannya karena aku tidak sepintar itu. Namun, aku juga tidak mau mendiagnosis diriku sendiri menjadi bagian dari impostor syndrom.

            Lalu, apakah hubungannya dengan kekasih? Nah, kaitannya adalah tidak adanya kepercayaan diri. Aku pribadi tidak tahu bagaimana penilaian orang lain terhadapku, meskipun tidak semua penilaian itu perlu dipikirkan. Tapi, gak ada salahnya untuk didengar. Sejak kecil aku jarang mendapat pujian yang bisa membuatku merasa ‘cukup’. Kini aku rasa pujian atau sekedar apresiasi itu sangat berguna. Mungkin aku terlihat terlalu naif karena ingin dipuji. Namun melihat makna pujian jauh lebih dalam lagi, ternyata pujian bisa menghadirkan perasaan percaya diri dan motivasi untuk jadi lebih baik lagi, bukan sekadar rasa bahagia.

            Sejak kecil jarang sekali hampir tidak ada yang memujiku cantik, baik, pintar, dan berbagai ungkapan lainnya, malahan seringnya dapat omongan negatif. Bukan berarti aku benar-benar tidak mendapatkannya, aku masih mendapatkannya namun ya bisa dihitung dengan jari. Setiap kali aku mendapatkan sebuah prestasi, aku hanya bisa menghitung dengan tangan siapa yang memberikanku apresiasi. Bahkan keluargaku sendiri tidak semua mengapresiasi.

Aku tidak mengerti, apakah aku terlalu egois untuk meminta apresiasi? Atau mungkin prestasiku tidak patut diapresiasi? Mungkin juga aku terlalu naif akan pujian, padahal aku memang tidak sebaik itu. Aku sungguh tidak mengerti. Di masa-masa seperti itu, aku hanya bisa merenung dan murung. Aku seperti hidup sendiri, bahkan baru ku sadari ternyata tanpa apresiasi atau pujian, aku kehilangan eksistensi di dunia ini. Ya, aku tidak percaya diri dan aku kurang bisa menerima diriku sendiri apa adanya.

Sampai sekarang pun, aku masih berusaha untuk mengurangi perasaan negatif itu. Aku tahu semua orang lahir di dunia ini dengan keunikannya dan prestasi masing-masing. Mungkin aku tidak cantik dan pintar, jadi aku tidak memiliki kekasih. Atau mungkin sebenarnya memang belum waktunya saja hidup dengan kekasih. Dan ternyata hidup tanpa kekasih tidak membuatku sepi, karena aku masih memiliki sahabat sejati.

Mungkin aku tidak sendiri merasakan perasaan ini, tapi yang jelas kita hanya perlu bersabar dan mau menerima diri sendiri. Tidak mudah memang, semua butuh proses yang panjang. Marissa Anita pernah mengatakan, “Jadi manusia itu sulit. Jadi manusia itu a long life discovery.” Selain itu, yuk kita lebih sadar lagi untuk mengapresiasi diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Apapun bentuk apresiasi yang kita lakukan, kita tidak pernah tahu seperti apa dampaknya bagi orang lain. Bisa jadi, dia mengubah pikiran dari yang niat bunuh diri, jadi memperbaiki diri sendiri. Mari mencoba bersama!

Kalian juga bisa membaca sindrom penipu lebih dalam lagi di laman Greatmind, Tirto atau Womantalk. Selamat membaca dan terima kasih sudah membaca artikel ini. Bagikan artikel ini apabila patut untuk dibagikan dan komentar apabila ingin berbagi pengalamanmu. See you!

Comments

  1. nice topic dude. tos dulu, sama aku yg selalu berpikir bahwa apapun di hidupku ttg keberuntungan dan tidak mengakui impostor syndrom

    ReplyDelete

Post a Comment