Malam. Malam datang membawa hariku
semakin kelam. Aku di depan
laptop ini menulis dan berkali-kali tenggelam dalam kenangan. Satu bulan
berlalu semenjak perlombaan band kami. Sekarang, kami sudah kembali fokus pada
perkuliahan. Gak terasa waktu sudah merenggut kebersamaan kami, apalagi
kebersamaan dengan mu, Bata.
Bata. Kamu
adalah laki-laki pertama yang berhasil mendobrak gerbang besi dalam sanubari
ku. Selama ini aku tidak pernah menganggap laki-laki se-special kamu, Ta. Aku memang gampang baper, tapi tidak untuk
laki-laki. Dan kamu berhasil membuatku jatuh dalam lubang yang tak terhitung kedalamannya.
Suara mu masih menggema di benakku, susahh sekali mengusirnya. Satu bulan adalah
bukti yang nyata aku berusaha untuk bangkit dan menyadari bahwa kamu memang tidak pantas untukku.
-cinta bayu-
@Backstage
“Ayu! Deg-degan banget kamu kayaknya?”
“Iya
nih, Dion!! Nervous banget!”
“Pevita
ku sayang, minum dulu deh daripada gelisah kayak gitu.”
“Jijik
tau! Sayang sayang!”
“Hahaha..
marah dia..”
“Mbak
Mas habis ini giliran kalian ya!” kata panitia
“Siap,
Mas!”
“Yok yok
yok kumpul!” teriak Rere
“Kita
tunjukkin malam ini, kalau kita bisa! Oke! Semangatt!!!”
“Hei...
santai aja. Kalau kamu gelisah kayak gini gak keliatan cantiknya. Senyum dong!” kata Bata sambil merangkul pundakku dan tersenyum begitu manisnya.
Aku ikut tersenyum memandangnya. Seketika aku menjadi percaya diri hehehe.
Penampilan
dimulai dengan pukulan drum Helmy, lalu diikuti dengan gitar, bass dan keyboard
secara bersamaan. Intro sudah dimulai baru giliranku dan Rere hadir. Kami mempersembahkan
musik karya kami sendiri dan harapan kami adalah penonton bisa terhibur dengan
musik kami. Suara riuh penonton membuatku senang dan gugup, begitu juga
lampu-lampu yang menyorot kami membuatku silau. Jantungku berdegup tak karuan
malam itu.
Setiap aku merasa gugup, aku menoleh ke Bata. Bata selalu
melemparkan senyum manisnya dan tatapan yang seakan-akan berkata, “Yu, kamu
bisa! Suara kamu bagus!” Dan setiap detiknya aku melihatmu, aku merasa lebih
percaya diri. Ta, kamu berhasil ambil hati aku hanya dengan buaian mu yang gak
jelas dari dulu, bahkan manisnya dirimu membuatku terlena dengan hingar bingar
kemeriahan panggung kita. Ta, I’m falling
for you.
Malam itu
seluruh indra dalam tubuhku hanya mengacu padamu, Ta. Aku gak sadar bahwa malam
itu akan menjadi malam terindah bagiku. Memandangmu lebih intens, keramahan dan
manisnya kamu dalam pandanganku membuat sejuuk hati ini. Tuhan! Kau hebat bisa
menciptakan makhluk setampan dia saat ini. Apalagi kalau lagi ngeliatin aku
duhh, aku yang nge-fly haha... Ta,
kamu tuh emang toxic! Gak tau deh
berapa kali aku memuji kamu Ta malem itu. Bahkan ketika nama band kita
dipanggil karena usaha kita yang gak sia-sia, ketika kita menang, Ta. Kamu yang
dengan senangnya merangkul aku, menatapku dengan tatapan bangga dan bahagia itu
aku gak bisa lupa, Ta. Muterr terus di kepalaku. Ta, aku rindu kamu.
Tapi,
malam itu juga aku tahu seharusnya aku tidak semudah itu jatuh padamu. Aku harusnya
lebih jeli melihat mana yang serius dan mana yang sekedar bercanda. Seharusnya aku
tidak merasakan kebutaan ini. Karena ternyata semua kata-kata manismu itu
seperti permen karet, manis di awal gak berasa di akhir.
“Yu, mau
ke abang bakso di depan situ gak?” tanya Bata setelah kemenangan kita
“Emang
ada abang bakso?”
“Ada
tuh. Yuk ke sana!”
“Berdua
aja?”
“Iya,
berdua aja ngapain bareng sama yang lain.”
“Ya
udah, aku izin dulu ya sama mereka..”
“Izin? Ngapain?
Kaya anak kecil aja, lagian gak bakal juga kamu aku culik.”
“Ntar
kalau dicariin gimana?”
“Ah..
bentar doang...”
“Iya deh
yuk..”
Beberapa
menit kemudian, kami sudah ada di dekat abang bakso. Dia langsung sibuk dengan
hpnya. Entah, mungkin ada pesan WA atau Line yang masuk.
“Bata. Kamu
pesen bakso gak?”
“....”
“Ta...
isinya apa? Aku ambilin ya?”
“Engg
iya iya sek bentar..”
“Ya udah
aku ambil duluan.. kamu ambil sendiri ya..”
“....”
“Ta, yuk
duduk makan sini.”
“Halo? Eh!
Iya aku udah di dekat Abang Bakso!” katanya setelah mengangkat telepon.
“...”
“Oke. Aku
tunggu ya!”
Dia duduk
di samping aku. Aku tersenyum kepadanya dan aku memulai pembicaraan kami.
“Ta..
ada ur-“
“Hei!!”
teriaknya sambil melambaikan tangan. Dan tidak lama kemudian datanglah seorang
wanita yang sepertinya akrab dengan dia.
Mereka berbicara
satu sama lain, lumayan lama juga. Sedangkan aku, duduk melihat mereka berdua
yang asyik mengobrol ria. Enggak lama cewek itu memberikan tas kertas yang
dibawanya kepada Bata, lalu mencubit pipi Bata. Yah, meskipun Bata nolak juga
sih dicubit-cubit. Maklum ceweknya genit wkwk. Tidak lama kemudian Bata kembali
duduk. Tidak ada percakapan di antara kami, selain suara mangkok dan sendok
yang bergelut dan situasi yang ramai malam itu. Lalu, ku
mulai mengajaknya
berbicara meskipun dia sibuk lagi dengan hpnya.
“Ta, itu
temen kamu tadi?”
“Iya”
jawabanmu yang begitu dingin.
Untuk pertama
kalinya, aku melihat Bata yang berbeda. Bata yang di sebelahku saat ini sangat
dingin, tidak banyak omong dan sibukk sekali dengan hpnya. Bata yang sekarang
juga lebih sering mengacuhkan omonganku. Aku berusaha membangun percakapan
untuk mencairkan suasana malam itu. Aku berusaha semaksimal mungkin membuat
kamu ikut dalam perbincangan ini, seperti hari-hari yang dulu. Semua perbincangan
malam itu entah mengapa sangat hambar. Seperti aku tidak berguna berbicara
panjang lebar, karena seseorang yang beberapa jam yang lalu ku puja-puja
sekarang mengacuhkan ku. Aku hanya bisa diam, karena perasaan ini hanya aku
yang merasakannya.
Aku melahap
baksoku lebih pelan dan tidak bertenaga seperti biasanya. Malam ini seharusnya
menjadi malam yang indah bagiku, tapi hanya dengan perlakuannya yang tidak lebih
dari satu jam bahkan tiga puluh menit, semuanya telah hancur. Pikiranku tak
henti-hentinya memikirkan wanita tadi, mungkin aku cemburu? Ah.. sepertinya
memang begitu. Huh, aku benci rasa ini hinggap dalam hatiku. Bata yang sudah
tidak merespon pembicaraanku dan memasukkan hpnya dalam sakunya, lalu terdiam.
“Kamu
gak makan?”
“Enggak
deh..”
“Kam-“
“Yu, aku
balik dulu ya. Bye!”
“Hah? Ap-“
Kamu melenggang
pergi, meninggalkan aku sendiri di sini. Hatiku sakit banget Ta waktu itu. Kamu
yang ngajak aku, kamu pula yang pergi dulu ninggalin aku. Aku ini apa sih, Ta
buat kamu? Seandainya kamu tahu perasaan itu, Ta. Malam itu adalah malam yang
tak seharusnya ada dalam hidupku atau kamu. Kamu yang tak seharusnya ada dalam
hidupku.
-cinta bayu-
“Kok
cemberut gitu sih?” tanya Dion
“Hah?”
“Kenapa
Yu? Kita menang loh, harusnya seneng kan! Masak cemberut!” ujarnya sambil
menepuk bahuku. Aku tersenyum, sedangkan teman-temanku yang lainnya menikmati
perayaan sederhana kemenangan kami dengan membakar jagung, sosis dan roti.
Dan malam ini kami menghabiskan waktu di rumah Dion. Berhubung
keluarganya baik hati, mereka juga membantu mempersiapkan mini party ini. Seruu banget, seharusnya kalau ada kamu, di sini. Waktu
memang sudah larut, tapi kami masih menikmati malam yang sunyi ini di sini.
“Pev! Ngelamun
aja dari tadi!” senggol Helmy dengan badannya udah kayak drumnya dia.
“Ihh
Helmy, kalau kamu senggol aku. Aku bisa jatuh, tau sendiri aku ini isinya
angin.”
“Iya iya
cerewett!”
“Kenapa
sih bengong mulu dari tadi? Ada masalah?”
“...”
aku menggelengkan kepala
“Tau tuh
dari tadi diemm mulu..” timpal Dion
Aku menghela
nafas yang berat, lalu memandang mereka satu persatu.
“Makasih
yaa. Kalian keren malem ini. Aku bangga bisa satu band dengan kalian!”
“Yailah
dari tadi bengong mikirin itu?? Anjir!!!!” teriak Helmy
Aku
ngagguk aja biar mereka seneng.
“Jadi
mbak Ayu dari tadi dzikir toh? Alhamdulillah alhamdulillah alhamdulillah?”
timpal
Jaka sambil memperagakan orang berdzikir.
“Hahaha...”
kami tertawa
“Sini,
Yu! Gue mau peluk, Lo! Sini!”
Rere memeluk
ku sambil mengusap punggung aku.
“Yu, gue
juga seneng punya teammate kayak Lo. Makasih
ya. Kalau Lo gak ada, band ini juga gak bakal bisa sebagus tadi. Lo juga, kalau
ada masalah cerita ya sama kita. Kan kita udah sama-sama dari duluuuuuu.. kita
pasti bantuin Lo kok. Oke?”
Aku mengangguk
dan memeluk Rere lagi.
“Yukk
ikutan pelukan yukkk...” goda Helmy
“Yukkk...”
jawab Dion dan Jaka bersama
“IHHH
JIJIKK!! DASAR PK!” teriak Rere kepada mereka
Lalu malam
itu aku kembali tertawa bersama mereka. Tertawa bersama intuisi yang gerimis.
-cinta bayu-
Waktu semakin
berlalu aku dan Bata masih sesekali saling mengabari. Namun, makin hari aku
mengenalmu aku mulai sadar bahwa aku dan kamu bagaikan air dan minyak. Kita tidak
akan pernah bisa menyatu, seberapa kuat usaha itu. Kamu dengan seluruh
kesibukanmu, kepribadianmu yang sedikit demi sedikit mulai terkuak dan
membuatku lebih sadar dari kebutaan ini. Kamu dan aku akan berhenti sampai di
sini. Hanya sebatas teman.
Bata,
kalau mungkin kamu membaca cerita ini. Aku hanya ingin kamu tahu, bahwa tidak
semua wanita itu seperti yang kamu bayangkan. Tidak semua wanita selemah apa
yang kamu ucapkan, karena aku di sini bukanlah wanita seperti yang kamu
harapkan. Aku dan kamu sering membicarakan tentang hubungan yang serius, tapi
sayangnya Tuhan lebih serius meyakinkanku bahwa kamu tak pernah bisa serius
seperti perkataanmu. Dear Bata, glad to know you. Thanks for all and for my readers thank you for being patient and calm.
This is how the story end.
Now, we aren’t chatting each other anymore. He
is still alive, but in my heart he is gone. He is not somone that I want it. We
cannot unite. And I start to live my life again. Like Ika Natassa said in her book “Antologi Rasa”, “Love is not
blind, but it’s blinding.”
J
J
Kemenangan pertama kami adalah awal perpisahan kamu dan
aku.
Sekian dari Dian Ayu.
Comments
Post a Comment