Blog Archive

Labels

Advertisement

Report Abuse

Popular Posts

FOLLOW US @ INSTAGRAM

About Me

NEW POST!

Popular Posts

Skip to main content

CINTA BAYU : Kamu dan Aku


            Malam. Malam datang membawa hariku semakin kelam. Aku di depan laptop ini menulis dan berkali-kali tenggelam dalam kenangan. Satu bulan berlalu semenjak perlombaan band kami. Sekarang, kami sudah kembali fokus pada perkuliahan. Gak terasa waktu sudah merenggut kebersamaan kami, apalagi kebersamaan dengan mu, Bata.


            Bata. Kamu adalah laki-laki pertama yang berhasil mendobrak gerbang besi dalam sanubari ku. Selama ini aku tidak pernah menganggap laki-laki se-special kamu, Ta. Aku memang gampang baper, tapi tidak untuk laki-laki. Dan kamu berhasil membuatku jatuh dalam lubang yang tak terhitung kedalamannya. Suara mu masih menggema di benakku, susahh sekali mengusirnya. Satu bulan adalah bukti yang nyata aku berusaha untuk bangkit dan menyadari bahwa kamu memang tidak pantas untukku.

-cinta bayu-

@Backstage

            “Ayu! Deg-degan banget kamu kayaknya?”

            “Iya nih, Dion!! Nervous banget!”

            “Pevita ku sayang, minum dulu deh daripada gelisah kayak gitu.”

            “Jijik tau! Sayang sayang!”

            “Hahaha.. marah dia..”

            “Mbak Mas habis ini giliran kalian ya!” kata panitia

            “Siap, Mas!”

            “Yok yok yok kumpul!” teriak Rere

            “Kita tunjukkin malam ini, kalau kita bisa! Oke! Semangatt!!!”

            “SEMANGATT!!” kata kami kompak


            “Hei... santai aja. Kalau kamu gelisah kayak gini gak keliatan cantiknya. Senyum dong!” kata Bata sambil merangkul pundakku dan tersenyum begitu manisnya. 
Aku ikut tersenyum memandangnya. Seketika aku menjadi percaya diri hehehe.


            Penampilan dimulai dengan pukulan drum Helmy, lalu diikuti dengan gitar, bass dan keyboard secara bersamaan. Intro sudah dimulai baru giliranku dan Rere hadir. Kami mempersembahkan musik karya kami sendiri dan harapan kami adalah penonton bisa terhibur dengan musik kami. Suara riuh penonton membuatku senang dan gugup, begitu juga lampu-lampu yang menyorot kami membuatku silau. Jantungku berdegup tak karuan malam itu.

Setiap aku merasa gugup, aku menoleh ke Bata. Bata selalu melemparkan senyum manisnya dan tatapan yang seakan-akan berkata, “Yu, kamu bisa! Suara kamu bagus!” Dan setiap detiknya aku melihatmu, aku merasa lebih percaya diri. Ta, kamu berhasil ambil hati aku hanya dengan buaian mu yang gak jelas dari dulu, bahkan manisnya dirimu membuatku terlena dengan hingar bingar kemeriahan panggung kita. Ta, I’m falling for you.

            Malam itu seluruh indra dalam tubuhku hanya mengacu padamu, Ta. Aku gak sadar bahwa malam itu akan menjadi malam terindah bagiku. Memandangmu lebih intens, keramahan dan manisnya kamu dalam pandanganku membuat sejuuk hati ini. Tuhan! Kau hebat bisa menciptakan makhluk setampan dia saat ini. Apalagi kalau lagi ngeliatin aku duhh, aku yang nge-fly haha... Ta, kamu tuh emang toxic! Gak tau deh berapa kali aku memuji kamu Ta malem itu. Bahkan ketika nama band kita dipanggil karena usaha kita yang gak sia-sia, ketika kita menang, Ta. Kamu yang dengan senangnya merangkul aku, menatapku dengan tatapan bangga dan bahagia itu aku gak bisa lupa, Ta. Muterr terus di kepalaku. Ta, aku rindu kamu.

            Tapi, malam itu juga aku tahu seharusnya aku tidak semudah itu jatuh padamu. Aku harusnya lebih jeli melihat mana yang serius dan mana yang sekedar bercanda. Seharusnya aku tidak merasakan kebutaan ini. Karena ternyata semua kata-kata manismu itu seperti permen karet, manis di awal gak berasa di akhir.

            “Yu, mau ke abang bakso di depan situ gak?” tanya Bata setelah kemenangan kita

            “Emang ada abang bakso?”

            “Ada tuh. Yuk ke sana!”

            “Berdua aja?”

            “Iya, berdua aja ngapain bareng sama yang lain.”

            “Ya udah, aku izin dulu ya sama mereka..”

            “Izin? Ngapain? Kaya anak kecil aja, lagian gak bakal juga kamu aku culik.”

            “Ntar kalau dicariin gimana?”

            “Ah.. bentar doang...”

            “Iya deh yuk..”

            Beberapa menit kemudian, kami sudah ada di dekat abang bakso. Dia langsung sibuk dengan hpnya. Entah, mungkin ada pesan WA atau Line yang masuk.

            “Bata. Kamu pesen bakso gak?”

            “....”

            “Ta... isinya apa? Aku ambilin ya?”

            “Engg iya iya sek bentar..”

            “Ya udah aku ambil duluan.. kamu ambil sendiri ya..”

            “....”

            “Ta, yuk duduk makan sini.”

            “Halo? Eh! Iya aku udah di dekat Abang Bakso!” katanya setelah mengangkat telepon.

            “...”

            “Oke. Aku tunggu ya!”

            Dia duduk di samping aku. Aku tersenyum kepadanya dan aku memulai pembicaraan kami.

            “Ta.. ada ur-“

            “Hei!!” teriaknya sambil melambaikan tangan. Dan tidak lama kemudian datanglah seorang wanita yang sepertinya akrab dengan dia.

            Mereka berbicara satu sama lain, lumayan lama juga. Sedangkan aku, duduk melihat mereka berdua yang asyik mengobrol ria. Enggak lama cewek itu memberikan tas kertas yang dibawanya kepada Bata, lalu mencubit pipi Bata. Yah, meskipun Bata nolak juga sih dicubit-cubit. Maklum ceweknya genit wkwk. Tidak lama kemudian Bata kembali duduk. Tidak ada percakapan di antara kami, selain suara mangkok dan sendok yang bergelut dan situasi yang ramai malam itu. Lalu, ku 
mulai mengajaknya berbicara meskipun dia sibuk lagi dengan hpnya.

            “Ta, itu temen kamu tadi?”

            “Iya” jawabanmu yang begitu dingin.

            Untuk pertama kalinya, aku melihat Bata yang berbeda. Bata yang di sebelahku saat ini sangat dingin, tidak banyak omong dan sibukk sekali dengan hpnya. Bata yang sekarang juga lebih sering mengacuhkan omonganku. Aku berusaha membangun percakapan untuk mencairkan suasana malam itu. Aku berusaha semaksimal mungkin membuat kamu ikut dalam perbincangan ini, seperti hari-hari yang dulu. Semua perbincangan malam itu entah mengapa sangat hambar. Seperti aku tidak berguna berbicara panjang lebar, karena seseorang yang beberapa jam yang lalu ku puja-puja sekarang mengacuhkan ku. Aku hanya bisa diam, karena perasaan ini hanya aku yang merasakannya.

            Aku melahap baksoku lebih pelan dan tidak bertenaga seperti biasanya. Malam ini seharusnya menjadi malam yang indah bagiku, tapi hanya dengan perlakuannya yang tidak lebih dari satu jam bahkan tiga puluh menit, semuanya telah hancur. Pikiranku tak henti-hentinya memikirkan wanita tadi, mungkin aku cemburu? Ah.. sepertinya memang begitu. Huh, aku benci rasa ini hinggap dalam hatiku. Bata yang sudah tidak merespon pembicaraanku dan memasukkan hpnya dalam sakunya, lalu terdiam.

            “Kamu gak makan?”

            “Enggak deh..”

            “Kam-“

            “Yu, aku balik dulu ya. Bye!”

            “Hah? Ap-“

            Kamu melenggang pergi, meninggalkan aku sendiri di sini. Hatiku sakit banget Ta waktu itu. Kamu yang ngajak aku, kamu pula yang pergi dulu ninggalin aku. Aku ini apa sih, Ta buat kamu? Seandainya kamu tahu perasaan itu, Ta. Malam itu adalah malam yang tak seharusnya ada dalam hidupku atau kamu. Kamu yang tak seharusnya ada dalam hidupku.

-cinta bayu-

            “Kok cemberut gitu sih?” tanya Dion

            “Hah?”

            “Kenapa Yu? Kita menang loh, harusnya seneng kan! Masak cemberut!” ujarnya sambil menepuk bahuku. Aku tersenyum, sedangkan teman-temanku yang lainnya menikmati perayaan sederhana kemenangan kami dengan membakar jagung, sosis dan roti.

Dan malam ini kami menghabiskan waktu di rumah Dion. Berhubung keluarganya baik hati, mereka juga membantu mempersiapkan mini party ini. Seruu banget, seharusnya kalau ada kamu, di sini. Waktu memang sudah larut, tapi kami masih menikmati malam yang sunyi ini di sini.

            “Pev! Ngelamun aja dari tadi!” senggol Helmy dengan badannya udah kayak drumnya dia.

            “Ihh Helmy, kalau kamu senggol aku. Aku bisa jatuh, tau sendiri aku ini isinya angin.”

            “Iya iya cerewett!”

            “Kenapa sih bengong mulu dari tadi? Ada masalah?”

            “...” aku menggelengkan kepala

            “Tau tuh dari tadi diemm mulu..” timpal Dion

            Aku menghela nafas yang berat, lalu memandang mereka satu persatu.

            “Makasih yaa. Kalian keren malem ini. Aku bangga bisa satu band dengan kalian!”

            “Yailah dari tadi bengong mikirin itu?? Anjir!!!!” teriak Helmy

            Aku ngagguk aja biar mereka seneng.

            “Jadi mbak Ayu dari tadi dzikir toh? Alhamdulillah alhamdulillah alhamdulillah?” timpal 
Jaka sambil memperagakan orang berdzikir.

            “Hahaha...” kami tertawa

            “Sini, Yu! Gue mau peluk, Lo! Sini!”

            Rere memeluk ku sambil mengusap punggung aku.

            “Yu, gue juga seneng punya teammate kayak Lo. Makasih ya. Kalau Lo gak ada, band ini juga gak bakal bisa sebagus tadi. Lo juga, kalau ada masalah cerita ya sama kita. Kan kita udah sama-sama dari duluuuuuu.. kita pasti bantuin Lo kok. Oke?”

            Aku mengangguk dan memeluk Rere lagi.

            “Yukk ikutan pelukan yukkk...” goda Helmy

            “Yukkk...” jawab Dion dan Jaka bersama

            “IHHH JIJIKK!! DASAR PK!” teriak Rere kepada mereka

            Lalu malam itu aku kembali tertawa bersama mereka. Tertawa bersama intuisi yang gerimis.

-cinta bayu-

            Waktu semakin berlalu aku dan Bata masih sesekali saling mengabari. Namun, makin hari aku mengenalmu aku mulai sadar bahwa aku dan kamu bagaikan air dan minyak. Kita tidak akan pernah bisa menyatu, seberapa kuat usaha itu. Kamu dengan seluruh kesibukanmu, kepribadianmu yang sedikit demi sedikit mulai terkuak dan membuatku lebih sadar dari kebutaan ini. Kamu dan aku akan berhenti sampai di sini. Hanya sebatas teman.

            Bata, kalau mungkin kamu membaca cerita ini. Aku hanya ingin kamu tahu, bahwa tidak semua wanita itu seperti yang kamu bayangkan. Tidak semua wanita selemah apa yang kamu ucapkan, karena aku di sini bukanlah wanita seperti yang kamu harapkan. Aku dan kamu sering membicarakan tentang hubungan yang serius, tapi sayangnya Tuhan lebih serius meyakinkanku bahwa kamu tak pernah bisa serius seperti perkataanmu. Dear Bata, glad to know you. Thanks for all and for my readers thank you for being patient and calm. This is how the story end.

            Now, we aren’t chatting each other anymore. He is still alive, but in my heart he is gone. He is not somone that I want it. We cannot unite. And I start to live my life again. Like Ika Natassa said in her book “Antologi Rasa”, “Love is not blind, but it’s blinding.”

J

J

Kemenangan pertama kami adalah awal perpisahan kamu dan aku.
Sekian dari Dian Ayu.

Comments