Blog Archive

Labels

Advertisement

Report Abuse

Popular Posts

FOLLOW US @ INSTAGRAM

About Me

NEW POST!

Popular Posts

Skip to main content

[Part 1] Jalan-Jalan Gratis ke Jerman



Assalamualaikum saudaraku semua!!

            Hari ini aku ingin berbagi cerita kepada kalian mengenai cerita traveling-ku ke Jerman tiga tahun lalu. Sebenarnya, aku termotivasi bikin cerita ini setelah membaca buku “TRAVELING AJA DULU!” karya Olivia Dianina Purba. Ya, meskipun pengalamanku tidak sebanyak kakak Olivia, gak ada salahnya kan untuk berbagi. Toh orang sedekah aja gak harus kaya dulu. Hehe… So, aku akan langsung mulai cerita, namun karena banyak sekali hal-hal yang perlu diceritakan, mungkin aku akan bercerita lebih singkat dan padat atau bisa jadi cerita ini terdari dua bagian. Pokoknya baca aja deh dulu! J

            Di tahun 2016 aku mengikuti tes A2 yang diadakan di sekolahku, di mana tes ini bekerjasama secara langsung dengan Goethe Institut. Bagi kalian yang tidak kenal Goethe Institut, aku akan jelaskan sedikit tentang lembaga ini. Menurut Wikipedia, Goethe Institut adalah lembaga non-profit yang beroperasi di seluruh dunia, untuk mempromosikan belajar bahasa Jerman ke luar negeri serta mendorong perubahan dan relasi antarbudaya. Nah, untuk lebih jelasnya silahkan browsing sendiri ya teman-teman. J

Ini profil foto Brand Ambassador abal-abalan Goethe Institut 

            Seperti yang dikatakan oleh Wikipedia, Goethe Institut ini juga menjalin kerja sama dengan sekolah-sekolah di Indonesia. Di Kota Malang hanya ada dua sekolah yang bekerjasama dengannya, yaitu SMAN 1 Malang dan SMAN 5 Malang. Di kota lain juga ada, tapi silahkan dicari sendiri yaa J Meski demikian, kantor Goethe Institut itu berpusat di kota-kota besar saja. Contohnya, GI Surabaya, GI Jakarta, GI Bandung, dsb. Kantor Goethe Institut ini juga dipakai untuk kursus bahasa Jerman juga. Jadi, bagi kalian yang ingin belajar bahasa Jerman silahkan pergi ke Goethe Institut terdekat yaa. Bayar gak, Kak? Yaiyalah, masa gratis.

            Nah, sekolah-sekolah yang bekerja sama dengan Goethe Institut ini disebut dengan sekolah PASCH atau PASCH Schule. Dan, murid-murid yang tergabung dengan PASCH disebut PASCH Schüler, sedangkan yang sudah lulus disebut PASH Alumni. Program yang ditawarkan oleh GI ini beraneka ragam mulai dari Sommer/Winter Kurs in Deutschland, Wettbewerb (lomba), Workshop, usw. Tentunya mengikuti kegiatan yang diadakan oleh GI tidak susah, tapi menantang. Karena di sini kita berbicara kualitas bukan kuantitas. Percuma kalau nilai ujian 100, tapi gak bisa menguasai ilmu itu sendiri, kan? Hayoo nilainya darimana?? Apalagi kalau ingin mengikuti Sommer-/Winterjugendkurs kalian harus lulus tes A2 dan hanya 2/1 siswa terbaik yang bisa mendapatkan kesempatan untuk ke Jerman GRATIS! Plus, UANG SAKU 75 Euro. Makannya jujur kalau menimba ilmu, jangan penting IP/nilai nya aja.. ehhhh!!

            Alhamdulillah, tahun 2016 aku kejatuhan untung yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Saat mengikuti tes A2 jujur saja aku sudah menyerah untuk kembali belajar bahasa Jerman karena alasan pribadi yang menyerang psikologis. Bahkan tidak ada keinginan untuk belajar ke Jerman meskipun peluangnya sangat besar. Ternyata, semua keinginan kita tidak akan selamanya dikabulkan Yang Maha Tahu. Memang benar jika ada pepatah mengatakan “Tuhan tidak memberikan apa yang kita inginkan, melainkan Dia memberikan apa yang kita butuhkan.” Dan di sini lah baru terasa arti “Dia memberikan apa yang kita butuhkan.” Subhanallah. Lalu setelah tes berakhir, tidak lama pengumuman hasil tes dan aku masuk dalam dua siswa yang beruntung pergi ke Jerman. Saat aku pulang ke rumah, aku tentunya gak sabar untuk berbagi kabar baik ini dengan orang tua ku, dong. Tapi eh tapi, ternyata Ibu ku udah tahu duluan daripada aku. Kan ngeselin L Jadi, gagal melihat air terjun dari wajah, Ibu.

           Setelah mendapat list berkas-berkas untuk persiapan ke depan. Aku mulai menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan satu persatu. Berkas-berkas yang dibutuhkan antara lain:

a.      Paspor
Untuk paspor ini buat sendiri teman-teman. Biayanya tidak mahal kok dan pembuatannya tidak lama dan rumit. Apalagi sekarang sudah bisa daftar online, mudah gak tuh!!
b.      Fotocopy KTP orang tua
Kenapa orang tua? Karena belum 18 tahun, jadi semuanya harus serba orang tua.
c.       Fotocopy Akte kelahiran
d.      Formulir permohonan Visa
e.       Formulir Asuransi Perjalanan yang hars ditandatangani kedua orang tua
Bahkan asuransi perjalanan dibiayai oleh GI. #proud
f.       Surat Keterangan dari Sekolah
Ini untuk menyatakan bahwa sekolah mengetahui dan menyetujui keikutsertaan dalam kegiatan Sommerjugendkurs di Jerman.
g.      Surat Keterangan Notaris
h.      Surat Keterangan Sehat
i.  Formulir  Befragung, lembar perjalanan Schengen dan Belehrung, yang harus diisi dan ditandatangani oleh kedua orang tua

Oh iya! Nanti juga harus mengisi Anmeldung. Isinya ya seputar data diri dan hal-hal yang dibutuhkan oleh pihak GI untuk kehidupan selama 3 minggu di sana.

      Setelah semua berkas dikirim ke Goethe Institut Jakarta, siswa-siswa yang terpilih akan berangkat ke Jakarta terlebih dahulu untuk membuat visa. Di sana dibutuhkan sidik jari kami sebelum visanya jadi. Selain itu, kami mengunjungi Goethe Institut Jakarta untuk belajar tentang budaya di Jerman. Seperti belajar menggunakan toilet kering, belajar sistem pembayaran di kasir, belajar membuang sampah, dsb. Di Jakarta kami tinggal selama tiga hari dua malam di hotel yang sama, lalu kembali lagi ke kota masing-masing, sebelum bertemu lagi untuk perjalanan ke Jerman. Btw, tiketnya juga gratis. Aku dari Malang-Jakarta PP biaya pesawat sudah ditanggung oleh GI. Kalau kayak gini masih mau sambat belajar itu susah capek? Padahal ya rezekinya balik lagi ke diri sendiri!

ini cimi (ciwi mini) yang berangkat dari Malang. Maklum kita belum kenal make-up jadi ya seadanya haha.. Tapi sekarang lebih cantik kok :D

      Setelah hari raya Idul Fitri, tanggal 8 Juli 2016 aku berangkat bersama 3 rekan lainnya ke Jakarta. Di Jakarta kami menginap di hotel yang sama selama satu hari sebelum keberangkatan ke Jerman. Kami berempat akan ke kota yang berbeda di Jerman. Aku dan Ferina (dua di tengah) ke Hohebuch, Lina (berkerudung coklat) ke Dresden dan Yayan (paling kanan) ke Duderstadt. Tim Hohebuch dan Dresden akan menggunakan pesawat yang sama sampai transit di Amsterdam, Belanda. Sedangkan, Yayan akan menggunakan pesawat yang berbeda karena rutenya berbeda. Dia akan transit di Istanbul, Turki. Nantinya, tim Hohebuch akan landing di Bandara Frankfurt, Lina di Berlin, Yayan di Hannover. Sedih rasanya, ketika aku harus berisah dengan Yayan haha. Karena kami seperjuangan dan satu sekolah, tapi alhamdulillah waktu sampai di Jakarta kembali bisa temu kangen. Hehe...

foto terakhir di Goethe Institut Jakarta setelah mendapat arahan dari Bu Dewi (baju Putih). Kami juga diberi tas, kaos (sesuai kota, punyaku Ungu), jaket, buku, dll.

      Sebelum berangkat ke Bandara Soekarno Hatta, kami satu rombongan (46 siswa + 3 guru pendamping + 1 Perwakilan GI yang mengantarkan sampai CGK) mampir di Restoran Jerman yang ada di Jakarta, Die Stube namanya. Siang itu, aku mulai berkenalan dan belajar makan dengan Kartoffeln (kentang), Wurst (sosis), Sauerkraut (asem-asem) dan teman-temannya. Karena hidupku selama 21 hari ke depan akan berhadapan dengan makanan seperti ini, tidak ada nasi bahkan oskab.. PASTI nya aneh dong rasanya! Namanya jua baru pertama makan, makanan Jerman. Tapi, karena rasa kentangnya gitu-gitu aja ya enak-enak ae wkwk. Dari sini pelajaran yang dipetik ada 2:

1.      Don’t judge food by the cover.
Ini semua gara-gara makan Sauerkraut yang ternyata asem-aseaman tidak seperti Sayur Asem.. L Ini beneran asem, gak enak wes. Tidak cocok dengan lidah saya, dibuat dari sayur kubis. Tapi ya gitu, gak enak. Sepertinya hasil fermentasi, tapi tidak tahu lagi. Silahkan searching sendiri kalau kepo wkwkwk.
2.      Kalau makan ambil sedikit dulu, kalau mau nambah silahkan ambil lagi.
Intinya kalau makan, ambil secukupnya. Lebih baik sedikit terus nambah lagi, daripada banyak tapi dibuang sisanya. J Perasaan di agama kita juga diajarin gitu, tapi...

Selanjutnya perjalanan menuju Bandara Seokarno Hatta. Aku duduk di bis di sebelah Inez, teman yang sama-sama ke Hohebuch juga dan sekarang satu kampus satu jurusan satu prodi haha. Jodoh kali ya. Wkwkwk... Setelah sampai di sana, kami mulai berpencar menuju pesawat masing-masing. Rasanya kepala gak bisa berhenti mikir bagaimana Jerman itu. Udaranya bagaimana? Orang-orangnya pasti tinggi-tinggi, aku pendek sendiri L. Nanti sholatnya gimana? Kalau gak bisa ngomong gimana? Dan akhirnya aku merasakan juga norak itu bagaimana. Hahahaha..

Perjalanan dari Jakarta ke Jerman total bisa 12-14 jam. Melelahkan pakai banget, karena ya waktu sepanjang itu dihabiskan di dalam pesawat. Mau gak linu gimana coba, untungnya bisa nonton atau mendengarkan musik di pesawat. Jadi, cukuplah untuk menghilangkan rasa gugup, bosan dan khawatir.

Seperti yang ku ceritakan, kami akan ke Amsterdam dulu untuk transit. Tapi, sebelum ke Amsterdam kami juga sempat ke Kuala Lumpur, Malaysia untuk transit pendek selama kurang lebih 1 jam 25 menit. Di KL aku sempat jalan-jalan yang tidak cukup jauh dari ruang tunggu gate kami. Mataku melebar membaca bahasa Melayu yang tidak jauh dengan bahasa Indonesia. Belajar dikit-dikit bahasa Melayu, tapi sayangnya aku sudah lupa haha.. Kalau di lihat dari atas pesawat, KL ini kecil sekali. Apalagi malam hari melihatnya, jadi semakin kecil haha. Jadi kepikiran juga, manusia itu ternyata masih lebih kecil dari dunia ini, terus kenapa sombong sekali?

Setelah dari KL langsung cuss ke Schiphol Airpot, Amsterdam-Belanda. Di sana kami transit kurang lebih 2 jam. Bandar Udara Schiphol ini adalah bandara tersibuk di Eropa dan kerennya lagi Bandara Schiphol ini dilengkapi dengan perpustakaan, sehingga penumpang bisa menunggu penerbangannya sambil baca-baca buku. Bandar udara ini besar dan luass sekali, bahkan kami harus berjalan yang cukup jauh setelah tiba menuju gate penerbangan selanjutnya. Setelah itu, kami mulai pindah ke pesawat yang lebih kecil dengan tujuan Frankfurt, Jerman. Perjalanan Amsterdam-Frankfurt memakan waktu kurang lebih 45 menit saja. Dan sesampainya kami di sana. Cerita yang lebih menarik akan dimulai.

TIM HOHEBUCH 2016








Cerita selanjutnya menyusul yaa. Inshaallah besok diupload. Tolong dikoreksi apabila ada kesalah informasi atau penulisan juga. Dan aku tahu kalau sebenarnya cerita ini sudah kelewat masa aktifnya, alias udah expired. Tapi, setelah dipikir-pikir ulang belum banyak yang tahu juga ceritaku. Jadi daripada bergosip, mending ikutin terus cerita ini, siapa tahu termotivasi. Kalau sempatt, boleh sekali baca tulisan yang lain daripada gabut malah bikin dosa J. Sekian dari aku, tunggu cerita selanjutnya yaa!!

Niar, Alumni JuKu 2016

Comments