Aku sejak kecil gak
begitu mengenal nama proses. Gak pernah tahu apa makna dari proses dan mengapa
kita harus berproses. Sampai suatu hari di kehidupan SMA, ada seorang guru
bertanya kepada kami satu persatu. “Kamu lebih suka proses atau hasil?” tanya beliau yang cukup
membuatku kaget. Aku diam cukup lama sampai beliau berkata, “Gapapa kok kalau
kamu mau memilih hasil. Kedua pilihan itu gak ada yang buruk. Kamu tahu BJ
Habibie kan?” “Iya, Bu.” “Nah, beliau itu lebih memilih hasil daripada proses.”
“Oh... gitu.” “Gak semua orang yang memilih proses itu bagus, begitu juga
dengan orang yang memilih hasil. Gak semua yang berorientasi pada hasil gak
suka berproses, begitu juga sebaliknya.” “Ya sudah Bu saya memilih hasil.”
Pada saat itu sebenarnya
jawabannya gak begitu jujur sih alias masih jadi jawaban yang “ya udah lah
jawab aja dulu.” Ternyata sampai di titik ini baru deh sadar kenapa proses dan
hasil itu adalah hal yang penting. Memang sih banyak sekali kita temui slogan “Usaha tidak pernah menghianati hasil”,
namun adakalanya keberuntungan itu hadir tanpa usaha. Ya udah dikasih aja ya
karena beruntung. Ga ada proses ga ada usaha tiba-tiba dikasih aja tuh hasil
berupa kuliah gratis atau dapat pekerjaan gratis dan gak pakai tes lagi
masuknya, gaji juga besar. Tapi ya perlu diingat, faktor keberuntungan itu
datangnya tidak setiap hari. Dan mungkin aku juga salah satu dari bermiliar
manusia yang merasakan keberntungan pada saat-saat tertentu saja.
Di umur kepala 2 aku mulai
sadar kalau ada sebab ada akibat, ada usaha ya ada hasil. Di titik akhir
perkuliahan aku akhirnya menuai hasil dari proses mengembangkan diri sendiri. Akhirnya
bisa menjawab sebuah pertanyaan, “Sebenarnya aku ini bisanya apa dan sukanya
apa sih? Passion ku itu apa?” Akhirnya
setelah lebih dari 5 tahun dan tentunya masih akan terus berlanjut, satu
jawaban sudah muncul. Salah satunya adalah menulis.
Pandji Pragiwaksono bilang
di video interviewnya dengan Merry
Riana,“kalau ada orang yang menertawakan lu di tengah-tengah lu berkarya, ya
udah maafin aja karena bagi dia mungkin hidupnya terlalu instan untuk memahami
pentingnya proses.” Aku masih ingat waktu awal-awal menulis di blog ini. Sumpah
hancur banget tuh tulisan, saat itu yang ingin ku utarakan ya cuma satu. Tulis aja
yang membuat hati janggal dan meskipun begitu meskipun gak ada feedbacknya, ditertawakan teman,
disindir dan sebagainya. Sedih gak? BANGET. Nyerah? Pengen, tapii gak deh. Bahkan
aku sempet ragu, “ini aku nulis sebenarnya buat apa sih. Emang sih dulu pengen
jadi penulis, tapi ya apa bisa, apa mungkin dan lagi pula bayaran jadi penulis
itu gak bisa diharapkan alias gak stabil.” Tapi, ternyata Tuhan itu bisa aja
gitu ngasih jalannya. Sampai akhirnya terbukti bisa jadi penulis meskipun belum
jadi penulis yang baik, benar dan profesional.
Akhirnya aku juga makin
ngerti dengan apa yang terjadi di tubuhku sendiri. Makin lama makin ngerti
keinginan aku sebenarnya apa dan apa yang membuat aku menjadi bahagia dengan
melakukannya. Di sinilah aku jadi kenal yang namanya proses. Setelah kurang
lebih 5 tahun melawan gangguan kecemasan dan depresi akhirnya bisa bangkit. Akhirnya
bisa tahu apa yang benar-benar harus aku perjuangkan. Nilai apa yang benar-benar
cocok untuk diriku sendiri.
Sampai di titik ini pun
proses juga tetap harus digandeng dengan erat. Dunia kita gak ada yang serba
instan bahkan mie instan pun harus dimasak dulu sebelum dimakan. Mau makan ice cream pun harus buka bungkusnya dulu
atau nunggu dilayani baru bisa dimakan kalau di rumah makan. Meskipun kadang-kadang
proses itu bikin sakit kepala, stres dan hal negatif lainnya berdatangan, tapi
percayalah hasilnya bukan sekedar hasil. Tapi, juga pengalaman yang jauh lebih
berharga dari sekedar hasil.
“Kita hanya bisa berupaya, melakukan yang terbaik, berdoa, dan
berpasrah dengan hasilnya. It’s only the
way to live and stay sane.” – Rianti Cartwright
Ini juga yang membuatku
berpikir-pikir terus sebenarnya mimpiku apa dan kenapa aku harus hidup dengan
mimpiku. Salah satunya karena dengan mimpi hati terasa lebih lega, aku jadi mengerti
diriku lebih baik dan aku hanya ingin meminimalisir penyesalan di hari tua. Menulis
sudah menjadi mimpiku yang aku idam-idamkan. Memang masih jauh jalanku untuk
bisa menjadi penulis yang bukunya ada di seluruh toko buku penjuru dunia.
Namun, kita tetap harus yakin dengan proses bahwa usaha yang kita lakukan suatu
hari akan berlabuh di pelabuhan yang tepat.
Pandji Pragiwaksono
bilang,“Dulu tuh ayah bilang, jangan pernah bunuh mimpi kamu, mimpi itu
tidak bisa dibunuh mau dipukul mau ditinju, dihancurkan sekuat apapun, mimpi
cuman bisa pingsan dan bangun di usia tua dalam bentuk penyesalan.”
Sekarang kalau ditanya, “Kamu orang yang berorientasi pada proses atau hasil?” Aku bisa menjawab, “Keduanya. Tanpa proses tidak ada hasil maksimal, tanpa hasil proses adalah hasil sebuah perjuangan.”
Comments
Post a Comment